Untukkembali mengaktifkan pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga, Yance mengimbau warga Inauga untuk rutin membayar iuran sampah Rp 25 ribu per bulan. "Iuran yang kami tarik dari warga nantinya dipakai membayar upah pekerja, biaya operasional pengangkutan sampah. Dari 10 orang pekerja, kini tersisa 8 pekerja yang masih aktif angkut
com-Ilustrasi Tempat Pembuangan Sampah Foto ShutterstockPermasalahan sampah adalah suatu permasalahan yang telah berlangsung sejak lama. Cepatnya pertumbuhan penduduk, urbanisasi, industrialisasi, dan pembangunan ekonomi mengakibatkan timbulnya banyak limbah padat di daerah-daerah pemukiman di seluruh dunia terutama kota-kota yang ada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di perkotaan, sampah sering kali tidak dikelola dengan baik karena ketidakmampuan pemerintah kota terkait untuk mengikuti laju percepatan produksi sampahKelebihan limbah padat yang dihasilkan dari perluasan kegiatan ekonomi dan populasi yang meningkat menyebabkan meningkatnya pembiayaan yang diperlukan untuk menangani sampah yang ada. Aspek pembiayaan tersebut menjadi penggerak agar sistem pengelolaan sampah di wilayah tersebut dapat terus bergerak tanpa hambatan. Selain itu, dampak negatif dari kemunculan tempat pembuangan menimbulkan suatu biaya sosial. Biaya sosial menjadikan perlunya instrumen ekonomi pada kebijakan publik melalui cara yang menjanjikan untuk menggeser suatu satu konsep yang telah dikenal untuk dapat menginternalisasi dampak negatif seperti kebisingan, bau tidak sedap yang ditimbulkan, polusi air tanah, dan emisi dari keberadaan tempat pembuangan adalah landfill taxation atau pajak atas tempat pembuangan. Landfill tax adalah pajak yang dikenakan pada perusahaan, otoritas daerah, atau pihak lainnya yang memiliki kepentingan menimbun sampah pada tempat pembuangan akhir. Penggunaan konsep perpajakan pada tempat pembuangan dapat memberikan pencapaian tujuan untuk meningkatkan keuangan dan melindungi lingkungan dengan di saat yang sama tidak menimbulkan pembiayaan baru pada bisnis begitu, implementasi landfill tax di berbagai negara memiliki banyak perbedaan dari sisi tarif, bentuk, ataupun dampak dan keberhasilannya. Salah satu bentuk landfill tax di Indonesia yang berlaku di DKI Jakarta adalah melalui retribusi daerah. Retribusi itu sendiri adalah pemungutan yang dilakukan negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Pada konsepnya, retribusi memiliki perbedaan dengan pajak secara umum di mana pada retribusi pemungutan dilakukan hanya pada penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara sehingga pengguna akan mendapatkan balas jasa secara langsung atas pembayaran yang mengenai retribusi daerah diatur pada tingkat Undang-Undang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada implementasinya, di DKI Jakarta peraturan ini dilaksanakan melalui Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2015 yang memberikan ketentuan mengenai pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Pada lampiran II poin F Perda tersebut dijabarkan mengenai tarif distribusi pelayanan kebersihan yang meliputi• Pengangkutan sampah perumahan/tempat tinggal tarif 0 rupiah• Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotek, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konveksi, salon barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu, dan lain-lain;1. Klasifikasi kecil volume sampah sampai dengan 0,75 meter kubik/bulan tarif rupiah/bulan;2. Klasifikasi besar volume sampah lebih dari 0,76 meter kubik/bulan tarif rupiah/bulan;• Pengangkutan sampah minimum 2,5 m kubik dari Rp kubik lokasi industri, pusat pertokoan/ plaza, perkantoran, pasar swalayan, motel, hotel, Penginapan, taman hiburan/ rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan, apartemen tarif kubik;• Pengangkutan sampah non bahan berbahaya beracun dari rumah sakit, poliklinik dan laboratorium minimum 1,00 meter kubik tarif kubik;• Penyediaan sampah dari pasar PD Pasar Jaya dan lokasi pedagang tarif kubik; dan• Penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir sampah TPA sampah tarif tarif tersebut pada dasarnya telah mengakomodasi sebagian besar proses pengelolaan sampah melalui fasilitas tempat pembuangan dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya. Meski begitu, dalam Perda tersebut belum seluruh proses pengangkutan dikenakan tarif retribusi seperti pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal. Padahal, dari data di TPA Bantargebang dari volume sampah sebanyak 5,264 ton per hari pada 2012 yang meningkat menjadi ton pada Maret 2016, sebanyak 53% dari jumlah tersebut merupakan sampah yang berasal dari aktivitas rumah tangga 1.Sejumlah pekerja mencari barang untuk didaur ulang di tempat pembuangan terbesar di Jakarta, Bantar Gebang, Bekasi. Foto AFP/Bay IsmoyoPelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH DKI Jakarta, Syaripudin, menyatakan bahwa jumlah sampah di Jakarta yang dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST Bantar Gebang juga terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat sebagaimana tergambarkan dalam tabel berikutJumlah sampah di Jakarta yang dikirim ke TPST Bantar Gebang dari tahun 2014-2020. Sumber Antara News, diolah kembali oleh penulisJumlah sampah yang menunjukkan tren yang meningkat tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan untuk menekan jumlah sampah di DKI Jakarta, seperti salah satunya melalui penggunaan konsep pajak berupa retribusi daerah, masih belum tercapai. Di sisi lain, dari segi sebagai sumber pembiayaan, pengenaan retribusi atas pelayanan persampahan di DKI Jakarta menunjukkan hasil yang cukup positif. Pada sebuah kasus di tahun 2016, Dinas Kebersihan DKI Jakarta menyatakan bahwa retribusi pengangkutan sampah dari kawasan komersial meningkat hingga Rp1,2 miliar per Mei 2016 karena adanya penertiban. Angka tersebut jauh meningkat dari yang semula hanya mencapai Rp90 juta pada periode Januari Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim, menyatakan bahwa selama ini terjadi penyimpangan dan subsidi terlampau besar setiap bulannya. Adapun upaya penertiban dan pengawasan tersebut dilakukan karena pengguna kawasan komersial seperti perusahaan, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, dan restoran didapati membuang sampah liar ke tempat pembuangan sementara Dinas Kebersihan tanpa membayar retribusi atau mendapat subsidi. Padahal subsidi tersebut tidak sepatutnya diberikan sebagaimana diatur dalam peraturan kawasan komersial karena penggunanya merupakan dari golongan yang mampu 2.Walaupun kawasan komersial bukanlah penyumbang sampah tertinggi bagi total sampah di DKI Jakarta 47%, jumlah tersebut dari aspek penerimaan akan tetap memberikan pengaruh yang signifikan. Kasus tersebut memberikan gambaran bahwa dari segi penerimaan dan pembiayaan, pengenaan retribusi pelayanan sampah memiliki peluang yang sangat baik untuk menjadi salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan. Dengan syarat, pelaksanaan dan operasional serta administrasi dari retribusi tersebut memang dengan baik dilakukan sehingga tidak ada penyimpangan di dalamnya. Apalagi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jumlah sampah di DKI Jakarta terus meningkat setiap tahunnya, sehingga bukan tidak mungkin apabila semakin baik administrasi dan implementasinya, retribusi terhadap pelayanan sampah ini akan menjadi sumber pembiayaan yang signifikan bagi Pemerintah DKI landfill tax yang dapat menjadi suatu upaya untuk mewujudkan beberapa tujuan dari sektor penerimaan dan kelestarian lingkungan secara bersamaan, nyatanya belum dapat diwujudkan di DKI Jakarta melalui retribusi daerah terhadap pelayanan persampahan. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya Pertama, pengenaan tarif retribusi daerah atas pelayanan persampahan di DKI Jakarta belum dikenakan kepada seluruh produsen dan konsumen yang sama-sama memproduksi sampah. Dari tarif yang berlaku saat ini terlihat bahwa pada tahapan pengangkutan sampah, tidak dikenakan tarif terhadap pengangkutan sampah dari perumahan/tempat tinggal. Padahal jumlah sampah yang ada di DKI Jakarta justru didominasi oleh sampah rumah tangga yang timbul dari kawasan perumahan/tempat tinggal. Hal ini tentunya tidak akan memberikan efek perubahan perilaku kepada para konsumen sehingga ke depannya tidak akan terjadi upaya pengurangan sampah dari sisi subjek pajak itu adanya perbedaan dari tarif retribusi di tiap daerah akan mendorong individu untuk memilih daerah yang memiliki tarif lebih rendah. Terutama, bagi produsen yang memiliki industri dengan hasil buangan sampah yang banyak. Bukan tidak mungkin melalui skema perhitungan tertentu, akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang apabila pabrik atau lokasi sumber sampah yang ada didirikan di luar kawasan DKI Jakarta. Sementara itu, wilayah Jakarta merupakan tempat akumulasi sampah-sampah dari daerah lain di sekitarnya seperti Jabodetabek Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2019. Hal ini tentunya akan merugikan pemerintah DKI Jakarta karena dari sisi pembiayaan untuk operasional pengelolaan sampah dan atas eksternalitas biaya sosial yang ditimbulkan sampah-sampah tersebut tidak ada timbal balik atau pertanggungjawaban yang diberikannya secara langsung kepada Pemerintah DKI terdapat tantangan dari sisi operasional pengelolaan sampah dan retribusi sampah serta administrasinya di level pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini berkaca dari kasus yang terjadi pada tahun 2016 di mana terjadi penyimpangan yang menyebabkan banyaknya potensi retribusi pajak yang tidak ditunaikan kewajibannya oleh pihak yang seharusnya dikenakan. Tantangan ini utamanya bersumber dari sumber daya yang mengimplementasikan peraturan di mana di dalamnya dibutuhkan pengawasan ekstra untuk memastikan terjadinya kepatuhan dari sisi wajib pajak. Apalagi bentuk pengenaan landfill tax yang diatur di DKI Jakarta adalah retribusi daerah semata sehingga apabila tidak dilaksanakan kewajiban atas retribusinya, pihak pengguna layanan tersebut akan mendapatkan manfaat secara cuma-cuma tanpa adanya insentif untuk mengubah perilaku yang menimbulkan eksternalitas negatif terhadap pengenaan landfill tax saja belum terbukti dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh beberapa negara yang memberlakukannya 3. Apalagi dalam kasus di DKI Jakarta di mana skema ”landfill tax” yang ada dikenakan melalui retribusi daerah yang tentunya berbeda dengan pajak. Terlepas dari persamaan di antara kedua hal tersebut, pengenaan pajak landfill tax yang diwajibkan dan memaksa tersebut dan dilaksanakan di beberapa negara maju saja belum dapat secara optimal mengurangi dan menekan volume sampah yang dihasilkan masyarakat. Apalagi di Indonesia sebagai negara berkembang, khususnya di DKI Jakarta dengan keberagaman masyarakatnya.
BahkanPak Kades mewajibkan warga yang akan mengurus surat di kantor desa wajib punya Kartu Kuning (kartu iuran sampah desa)," kata dia. Lebih Jauh Nungky menuturkan, dari kegiatan pengelolaan sampah tersebut, omzet yang diraih nyaris mencapai Rp 80 juta per bulan. Penanganan sampah di Muncar ini diawali dari warga Desa Tembokrejo yang
Bandung - Iuran sampah di lingkungan warga rata-rata berkisar di atas Rp 20 ribu per bulan. Namun, ada satu RW di Kota Bandung punya tarif iuran sampah yang terbilang murah. Di mana?Ialah RW 02 Cipamokolan. Ketua RW Aang Suhara mampu mematok biaya iuran sampah hanya per bulan. Ia bahkan mengklaim jika di Kota Bandung, sulit ditemukan wilayah yang iurannya semurah itu."Saya komitmen tidak akan naikkan iuran selama menjadi RW. Iurannya maksimal per bulan. Ini bukan untuk biaya operasional, tapi murni untuk gaji para petugas kebersihan. Sedangkan untuk operasional pengolahan sampah, kita maksimalkan CSR," ujar Aang dalam keterangan yang diterima detikJabar, Senin22/5/2023. Ternyata, Aang memaksimalkan cara untuk mengetuk dari pintu ke pintu perusahaan dengan program CSR-nya. Selain itu, Aang dan warga setempat ingin mengubah sampah menjadi RW pun bergotong royong mampu mengelola sampah anorganik dengan program Sedekah Sampah. Hasil penjualannya dijadikan sedekah untuk petugas sampah organik mereka olah untuk pakan magot. Magot ini akan menjadi pakan lele dan ayam. Sedangkan kasgot pupuk bekas magot bisa digunakan untuk hanya itu, ada pula program Bumanik budidaya maggot dan pupuk organik yang ternyata telah bekerjasama dengan Pertamina selama lima tahun. Dari kerja sama yang tentunya tidak instan, RW 02 Cipamokolan mendapatkan sumbangan mesin pencacah, mesin pelet, bahkan Triseda kendaraan roda tiga untuk mengangkut sampah."Kami juga dikasih ayam beserta kandangnya, semuanya difasilitasi oleh Pertamina. Alhamdulillah tiap hari itu ada terus ayam yang bertelur. Dari 96 ayam per hari menghasilkan 4 kg telur," dalam waktu dekat, pihaknya akan mendapatkan bantuan lagi dari Pertamina sebanyak 140 ayam Pertamina, ada pula sejumlah lembaga lain seperti Baznas dan PIPPK yang turut kerja sama CSR dengan wilayah tersebut. Proposal Baznas ia tawarkan program pun membagikan kunci keberhasilan wilayahnya mengelola sampah. Ia mengaku pengurus RW harus rajin mencari perusahaan-perusahaan yang konsen terhadap lingkungan untuk CSR. Selain itu kunci dari lolosnya proposal program adalah harus sudah punya program yang berjalan."Harus sudah punya aksi, meski modalnya sedikit. Sehingga saat kita menyerahkan proposal sudah tidak bingung apa kegiatannya, apa yang sudah dilakukan. Saat presentasi dan pertanggungjawabannya nanti enak," kata Aang."Kami dikasih septic tank komunal karena 86 KK di sini masih buang hajat ke sungai. Septic tank komunal ini skala kecil saja. Untuk 5 KK kami dapat 12 buah dari Baznas. Lalu yang 13 lagi dari PIPPK, karena kami ajukan program itu juga," bantuan CSR, Pemerintah Kota Pemkot Bandung pun ikut membantu dengan memberikan troli bak sampah atau tong lahan yang saat ini digunakan untuk mengolah sampah pun sebenarnya bukan milik RW setempat, melainkan milik Badan Pemeriksa Keuangan BPK."Ada lahan 50 tumbak, bukan tanah kami, tapi punya BPK. Kami ajukan juga ke mereka untuk pinjam lahan. Sudah 6 tahun kami meminjam lahan tersebut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat seperti lapang voli, Buruan Sae, dan pengolahan sampah ada semua," kata dia."Kami selalu CSR-nya itu dalam bentuk barang, tidak dalam bentuk uang karena itu terlalu sensitif dan bisa menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat," pun berpesan untuk seluruh masyarakat terutama kepada pengurus RW agar tidak mengandalkan iuran wajib warga. Ia menyarankan bahwa memperluas relasi dapat jadi peluang menguntungkan untuk kolaborasi, agar permasalahan di lingkungan bisa diselesaikan secara bersama-sama. Simak Video "Penampakan Tumpukan Sampah di TPS Pasar Tol Rahayu Menggunung!" [GambasVideo 20detik] aau/dir
Pesertatetap membayar sampah senilai Rp10 ribu per bulan untuk pelayanan kelas III. Sementara iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp25.500, kekurangan biaya iuran dibayar melalui dana tanggung jawab sosial yang dikelola Indonesia Medika. Indonesia Medika menyusun modul asuransi sampah secara terbuka. Bisa direplikasi dan dimodifikasi sesuai kearifan
SIDOARJO - Upaya pengurangan sampah yang masuk di Tempat Pembuangan Akhir TPA serius dilakukan. Tahun ini rancangan peraturan daerah raperda tentang retribusi persampahan akan disahkan. Isinya mengatur tentang tarif pembayaran sampah. Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah Bapemperda Deny Haryanto mengatakan, pembahasannya sudah dilakukan mulai tahun lalu. Namun, belum tuntas, sehingga dilanjutkan tahun ini. "Targetnya bulan ini selesai," katanya. Dia menjelaskan, perubahan tarif retribusi tersebut nantinya akan membawa dampak yang positif. Masyarakat di tingkat desa harus mau mengolah sampah rumah tangga. Sehingga tidak semua sampah dibuang ke TPA. Hal itu menyebabkan penumpukan di TPA. Sebab pemkab tidak bisa mengontrol jumlah sampah yang dibuang. "Dengan perda baru itu, nantinya sampah yang dibuanh ke TPA akan berkurang," imbuhnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DLHK Bahrul Amig mengatakan, tarif baru retribusi sampah ke TPA akan disesuaikan dengan porsi yang dibuang. Selama ini retribusi sampah per bulan hanya Rp 2 ribu per kepala keluarga. Tidak peduli banyak sedikit sampah yang dibuang. Menurut dia, retribusi hanya dikenakan berdasar hitungan biaya angkut dan pemrosesan sampah. Sesuai Peraturan Kementerian Dalam Negeri Permendagri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah, rencananya tarifnya minimal Rp 250 ribu. Angka tersebut untuk 1 ton sampah yang dibuang ke TPA. Sampah yang dibuang ke TPA nantinya akan ditimbang. Selama ini retribusinya dianggap murah. Sehingga tidak ada dorongan untuk mengolah sampah. "Semua sampah dibuang dan masuk TPA, sehingga cepat menggunung," ujarnya. Dia berharap, dengan tarif baru, desa mengelola sampah dengan optimal. Sehingga bisa mengurangi beban retribusi mereka. Pengelolaan sampah bisa dilakukan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM maupun pihak swasta. Targetnya, tahun ini tarif baru retribusi sampah tersebut bisa diterapkan. nis/vga Terkini
Beritadaerah - Nasional) Dengan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas dankesinambungan program jaminan kesehatan, pemerintah memandang perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Atas pertimbangan tersebut, pada 24 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun
- Produksi sampah terus bertambah dan angkanya membuat tercengang. Di Indonesia angka sampah mencapai ton per hari. Untuk di Jakarta saja, angka sampah per hari sudah mencapai ton atau dalam dua hari tumpukannya setara dengan Candi Borobudur. Berbagai upaya pengendalian dan pengelolaan sampah disampaikan banyak pihak. Yang terbaru adalah usulan memperbesar iuran sampah. Iuran sampah yang terlalu kecil membuat petugas tidak bisa mengelola sampah dengan maksimal. Tak jarang sampah di buang ke sungai sebab membawanya ke lokasi penampungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Founder Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano menuturkan, saat ini iuran sampah masih berlaku rata pada setiap warga dalam area tertentu. Padahal, jumlah sampah yang dibuang berbeda-beda. Ia menyebut beberapa negara yang sudah menerapkan sistem retribusi adil, misalnya Korea dan Taiwan. Retribusi yang adil diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Baca juga Walhi Minta Pemrov DKI Segera Terapkan Peraturan Pengurangan Sampah Plastik "Retribusi terlalu murah dan tidak adil. Jadi harus dibuat lebih adil. Siapa menghasilkan sampah banyak bayar banyak, yang menghasilkan sampah sedikit bayar sedikit," kata Sano ketika ditemui di kawasan Blok M beberapa waktu lalu. Riset internal Waste4Change menaksir iuran sampah rumah tangga jika disamaratakan idealnya berkisar Rp 110 ribu untuk setiap rumah. Namun, ia menilai perlu ada mekanisme keadilan. "Bayangkan kalau kita bilang Rp 110 ribu ke ibu-ibu rumah tangga responsnya pasti menilai mahal. Tapi kalau bilang misalnya, setiap satu ember Rp kalau nyampah banyak Rp dan seterusnya, pasti secara tidak langsung mengurangi buang sampahnya," kata dia. Aturan mengenai retribusi atau standar biaya pengelolaan sampah sedang dibahas oleh pemerintah. Sano memahami jika aturan tidak bisa dikeluarkan dalam waktu dekat sebab ada banyak hal yang harus dikaji. Namun, ada beberapa tantangan teknis yang mungkin dihadapi terkait aturan ini. Pertama, masyarakat sudah terbiasa dengan retribusi sampah yang terlalu murah. Kedua, paradigma berpikir, dan ketiga, sistem pengumpulan retribusi di Indonesia masih konvensional dan berbasis tunai. "Di negara kita kalau ada transaksi berbasis tunai berpotensi ada celah-celah yang tidak bertanggungjawab bisa mengambil dana tersebut," Mantalean Petugas memasukkan sampah ke conveyer PLTSa Sumur Batu, Jumat 2/8/2019. Jika tantangan itu bisa diatasi, kota-kota akan memiliki dana untuk mengelola sampah. "Sekarang kota-kota belum berhasil mengumpulkan 100 persen dana retribusi persampahan," ucap Sano. Baca juga Saat Sri Mulyani Disuguhi Air Mineral Botol Plastik, Susi Langsung Teriak... Pembahasan Besaran retribusi sampah dan sistem pembayaran sudah dibahas oleh pemerintah. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Novrizal Tahar menyebutkan, pembahasan yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Perekonomian itu masih melakukan perumusan struktural. Novrizal menyebutkan, dari sekitar 359 landfill system yang dibangun dengan desain sanitary landfill, yang beroperasi baru sekitar 30 hingga 50 unit. Salah satu masalahnya adalah biaya operasional. Adapun sanitary landfill sendiri menurut situs adalah metode pengelolaan dengan mengolah air limbah sampah leachate terlebih dahulu agar tidak berbahaya. Sistem ini dinilai cocok untuk Tempat Pembuangan Akhir TPA di Indonesia di mana sebagian besar sampahnya merupakan sampah organik. Sistem pembayaran juga tengah dibahas. Misalnya, dengan menggunakan pembayaran langsung seperti dengan menggunakan e-money. Sementara angka retribusi masih belum ditentukan dan masih akan dibahas. "Teman-teman PU Pekerjaan Umum juga sedang menyiapkan satuan biaya yang setiap daerah mungkin berbeda sehingga ada acuan standar," kata Novrizal. Nah, bagaiman denganmu. Setuju jika iuran sampah nantinya sesuai dengan jumlah sampah yang dibuang? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Selainitu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per bulan. Sementara iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat
BOJONGSOANG - Upaya penanggulangan sampah rumah tangga di wilayah Kabupaten Bandung terus dilakukan oleh masyarakat dan pemuda. Salahsatunya melalui sektor pendidikan. Di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, para pemuda desa mengadakan les bimbingan belajar bimbel anak sekolah dasar SD dan sekolah menengah pertama SMP. Uniknya, para peserta bimbel diwajibkan membayar iuran per bulan dengan sampah. Hal itu dilakukan untuk membiasakan warga memisahkan sampah-sampah yang ada di rumah. Pihaknya pun bekerjasama dengan bank sampah untuk penyalurannya. Salah seorang tenaga pengajar bimbel rumah bimbel Desa Bojongsoang, Haikal Azizi Hakim mengungkapkan bimbel yang dijalankan baru berlangsung kurang lebih satu bulan. Sehingga, para peserta bimbel yang ikut les belum menyerahkan iuran bulanan pertamanya. "Tapi orang tua mereka, sekarang sudah menyiapkan sampah-sampah untuk diberikan sebagai wujud iuran pertama," ujarnya saat ditemui di Kantor Desa Bojongsoang, Senin 25/3. Ia mengungkapkan, pihaknya tidak mematok berapa banyak sampah yang harus diberikan. Sampah-sampah tersebut akan ditimbang dan kemudian diserahkan ke bank sampah. Hasil rupiahnya, katanya akan digunakan untuk operasional bimbel tersebut. Dia mengatakan, saat ini bimbel yang sudah memiliki 15 peserta ini belajar sementara di kantor Desa Bojongsoang. Namun, rencananya tempat belajar akan dipindahkan di daerah Cikoneng, Bojongsoang. Haikal menambahkan, tenaga pengajar yang ada di bimbel tersebut berasal dari kalangan pemuda karang taruna setempat. Beberapa di antaranya adalah alumni dan mahasiswa Universitas Islam Nusantara Uninus Bandung. "Les bimbel dimulai Selasa hingga Sabtu. Dari pukul WIB sampai jam WIB. Ada sesi siang dan sore. Tiap sesi dua jam. Kurang lebih peserta 15 orang dari anak SD dan SMP," katanya. Menurutnya, selama satu pekan ini anak-anak didik di bimbel Bojongsoang diliburkan. Sebab mereka tengah mengikuti ujian di sekolahnya masing-masing. Selain itu dilakukan berdasarkan keinginan orang tua anak didik. Dia mengatakan iuran per bulan dengan sampah dilakukan sebab les bimbel yang ada tidak berorientasi bisnis. Namun membangun sistem penanganan sampah yang baik di masyarakat. Meski begitu, untuk pendaftarannya sendiri dikenakan biaya Rp 25 ribu. Namun ada juga yang tidak membayar. Ia mengaku inisiatif membayar iuran dengan sampah merupakan gagasan para pemuda di karang taruna. Namun sejauh ini, dia mengaku belum terdapat perhatian khusus terkait keberadaan les bimbel Bojongsoang dari pemerintah daerah.
TPSke TPA Bengkala dengan membayar Rp. 15.000,-/bulan. TPS memungut iuran sampah dari sumber penghasil sampah sesuai kesepakatan. 3. TPS dengan aktivitas mengangkut sampah dari sumber penghasil sampah dan mengelola sampah di TPS. Residu sampah diangkut oleh pengelola TPS ke TPA Pangkungparuk dengan membayar Rp. 2.500.000,-/bulan, atau
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan sampah di Indonesia kian hari belum menemukan titik terangnya. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik BPS 2021 menyebutkan limbah plastik Indonesia mencapai 67,2 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut 75% didominasi oleh sampah rumah tangga. Artinya semakin bertambah populasi manusia bertambah pula jumlah sampahnya. Bahkan ditahun 2025 jumlahnya meningkat dua kali dampak sampah yang besar terhadap kerusakan alam dan kelangsungan hidup manusia itu sendiri, marilah kita lestarikan lingkungan dengan gerakan 3 R reduce, reuse, recycle sekaligus mengkomersilkan sampah dengan cara menjual sampah-sampah kita, baik organik maupun anorganik dari rumah. Saat ini banyak sekali tersedia platform Daur ulang sampah yang dapat diunduh melalui google ataupun play store, Carilah sesuai area tempat tinggal kita, mudah bukan?Potensi penjualan sampah lewat aplikasi cukup menggiurkan. Perkiraan pendapatan yang dapat kita peroleh mulai dari puluhan hingga ratusan ribu atau bahkan jutaan tergantung akumulasi sampah kita tiap bulan. Pembayaran sampahnya biasanya dalam bentuk e-wallet. Bandingkan jika kita harus bayar iuran sampah per bulan. Lumayan kan? Hitung-hitung menambah penghasilan di masa pandemi, sampahnya mending kita jual, bisa untuk kebutuhan yang lain. Berikut aplikasi digital sampah beserta jenis Sampah dan area kerjanyaarea kerja bersifat dinamis 1. Duitin-Jenis Sampah sampah plastik, karton, kaca, kaleng aluminium dan kotak multi layer lebih memiliki Semarang, Cirebon, Bogor, Blitar, DKI Jakarta, dan Tangerang Selatan2. Rekosistem-Jenis Sampah anorganik plastik, kertas, kaca/beling, sampah e waste, sampah metal, dan sampah Cirebon, Bogor, Blitar, DKI Jakarta, Semarang, dan Tangerang eRecycle-Jenis Sampah plastik, kertas dan botol kaca. -Area Jabodetabek4. Rapel-Jenis Sampah minyak jelantah, plastik, botol kaca, logam, alat elektronik bekas, dan Bandung 5. Mallsampah-Jenis Sampahplastik, aluminium, kertas, botol kaca, logam, dan alat elektronik Bank-Jenis Sampah plastik-Area Bali, Lombok, Batam, Jawa Tengah, dan Jawa Sampahlimbah botol plastik-Area Kota Makassar, Badung, Gianyar, Denpasar, dan Bandung. 1 2 Lihat Nature SelengkapnyaV9Zl21. 44667177184435467119348129